Sabtu, 31 Maret 2012

TNI


AS Tidak Meminta Pulau Cocos Kepada Australia

JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Michael Tene, mengatakan berdasarkan pembicaraan Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa dengan Menteri Luar negeri Australia, pihak Amerika Serikat tidak pernah meminta Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat mata-mata.

Australia juga tidak pernah menawarkannya kepada pihak Amerika. "Saya hanya menyampaikan apa yang disampaikan Menteri Luar Negeri Australia dengan Menteri Luar negeri Indonesia dalam pembicaraan teleponnya, dan itu kalau Anda cari di media Australia dimana Menteri Luar Negeri maupun Menteri Pertahanannya menyampaikan hal yang serupa," kata Michael saat dihubungi Jurnal Nasional, Jumat (30/3).

Menurutnya, Indonesia tidak pernah mengirim surat protes kepada Australia selama ini seperti yang diberitakan Washington Post. "Kita memang tidak pernah mengeluarkan nota protes, sekali lagi masalahnya sendiri pun tidak ada masalah," katanya.

Dia menambahkan, di Australia sendiri, hal ini tidak menjadi sesuatu yang luar biasa. "Australia mengatakan masalah ini tidak pernah dibicarakan setingkat Menteri antara pihak Amerika Serikat dan Australia, tidak pernah dimintakan oleh pihak Amerika Serikat dan tidak pernah ditawarkan oleh pihak Australia," katanya.

Kemhan RI Bantah Kirim Nota Protes

Sementara itu saat dimintai tanggapannya juru bicara Kementerian Pertahanan RI, Brigjen Hartind Asrin membantah pihaknya telah mengirim nota protes kepada pemerintah Australia terkait hal ini.

"Itukan rilisan Washington Post, kalau kita, yah itu wacana belum klir yah," katanya.

"Kalau dari kaca matanya Kementerian Pertahanan yah kita tidak bisa, itu kan negara lain, wilayahnya Australia, jadi kalau itu di wilayah Australia ya Australia yang berwenang. Kita tidak ada kewenangan di sana," katanya menjelaskan.

"Cuma kalau memang itu jadi, saat ini kita hanya meningkatkan kewaspadaan saja, monitoring saja. Jadi suatu bila itu jadi, kita punya teritotorial dan kedaulatan udara harus kita jaga." Indonesia tidak akan membiarkan wilayah kedaulatan udaranya dilanggar suatu saat nanti. "Kalau ada yang melanggar yah kita intercept," katanya.

"Soal nota protes, itu kesalahan mereka, itu kesalahan kutip saja. Nggak ada. Jadi kalau minta kejelasan posisi pemerintah itu di Kemlu, Juru bicara Menteri Luar Negeri, karena itu hubungan diplomatik yah," katanya.

Menurutnya, pihaknya belum mengetahui secara pasti bentuk pangkalan yang akan dibangun di Pulau Cocos. "Kalau pangkalan militer itu ada di Darwin, ini beda lagi, makanya ini masih wacana, kita belum tahu pasti apa itu bentuknya," katanya.


Wamenhan Tinjau Hercules Hasil Retrofit ARINC

JAKARTA - Wakil Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Syamsoedin beserta rombongan didampingi Komandan Lanud Halim Perdanakusuma Marsma TNI A. Adang Supriyadi, SE; melakukan pengecekan langsung ke pesawat angkut TNI AU jenis Hercules C-130 A-1323, di Skadron Udara 31 Halim Perdanakusuma. Pesawat tersebut sebelumnya menjalani perawatan total di Oklahoma, Amerika Serikat.

Pesawat Hercules tersebut tiba di Indonesia pada 17 Februari lalu diawaki oleh Komandan Skadron Udara 31 Letkol Pnb Eko Sudjatmiko selaku Captain-Pilot bersama tujuh belas awak pesawat dari TNI AU langsung dari AS. Kedatangan pesawat ini didukung oleh empat teknisi dari pihak ARINC, perusahaan yang ditunjuk meretrofit Hercules TNI AU tesebut.



Pesawat tersebut diserahkan secara resmi pada 24 Februari dari Pemerintah Amerika yang diwakili Duta Besar AS untuk RI Mr. Scot Marciel kepada pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Wakil KSAU Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi, di Ruang VIP Suma 2 Base-Ops Lanud Halim Perdanakusuma.


Indonesia Protes Pangkalan Pesawat Intai AS di Pulau Cocos, Australia


Pesawat intai jenis Global Hawk seperti inilah yang akan ditempatkan di Pulau Cocos, Australia. (Foto: defensetech.org)

JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengirim nota protes kepada pemerintah Australia dan Amerika Serikat dan meminta penjelasan tentang rencana pembangunan pangkalan militer AS di Australia.

Pangkalan AS yang akan dibangun kabarnya akan ditempatkan di Pulau Cocos, yang hanya berjarak sekitar 3.000km sebelah barat daya Jakarta.

Dan menurut rencana di pangkalan itu, Amerika Serikat akan menempatkan pesawat-pesawat intai tak berawaknya.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin mengatakan untuk menghindari kesalahpahaman sebaiknya pemerintah Australia dan AS segera menjelaskan tujuan pembangunan pangkalan itu.

"Secara prinsip Indonesia tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam rencana mereka. Namun, kami meminta mereka menjelaskan tujuan menempatkan pesawat tak berawak dekat wilayah Indonesia," kata Asrin seperti dikutip Reuters.

Asrin menambahkan upaya untuk memperjelas masalah ini didasarkan pada keinginan untuk menjaga hubungan baik dan rasa saling percaya antara Indonesia dengan Australia dan AS.

"Tujuan utama kami adalah menghindarkan adanya salah paham dan salah kalkulasi di lapangan," lanjut dia.

Pulau Cocos


Sebelumnya pada Rabu (28/3) Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith mengatakan kemungkinan AS menggunakan Pulau Cocos yang terpencil sebagai pangkalan militer AS.

Namun rencana ini tidak menjadi perhatian utama dan tidak menjadi bagian rencana besar penguatan hubungan militer antara Canberra dan Washington.

"Kami menilai Cocos sebagai lokasi yang bernilai strategis untuk jangka panjang," kata Smith.

Sementara itu, harian The Washington Post menyatakan Amerika Serikat tertarik menggunakan Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai dalam melakukan pengawasan di Kepulauan Spratly yang diperebutkan sejumlah negara.

Menurut Washington Post, Amerika Serikat menilai Pulau Cocos tak hanya ideal untuk pangkalan pesawat-pesawat tempur berawak namun juga untuk pesawat-pesawat tak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk.

Apalagi Angkatan Laut AS kini tengah mengembangkan Global Hawk model terbaru yang disebut pesawat intai kawasan maritim luas (BAMS) yang dijadwalkan beroperasi pada 2015.

Keuntungan AS

Kementerian Pertahanan Indonesia belum menganggap pesawat-pesawat intai itu merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia.

"Namun jika kami mendapati satu pesawat itu memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, maka angkatan udara kami akan melakukan pencegatan," tegas Asrin.

Namun pengamat masalah militer dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto mengatakan Amerika Serikat sudah merencanakan penguatan pengaruh mereka di Asia Pasifik sejak lama.

Itulah sebabnya Amerika Serikat mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Guam, Darwin dan Singapura.

"Tak bisa dihindari lagi wilayah Indonesia akan dimasuki karena pesawat-pesawat pengintai AS ini sangat sulit dilacak dan mereka memiliki kemampuan melakukan pengintaian tanpa henti," kata Andi.

Dia menambahkan AS memiliki keuntungan hukum jika suatu saat mereka melintasi wilayah Indonesia, karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Kondisi ini memungkinkan AS menembus wilayah abu-abu Indonesia seperti kepulauan Natuna, yang berdekatan dengan lokasi Kepulauan Spratly.

Heli Colibri TNI AU Dukung Operasi Alur Elang

JAKARTA - Satu helikopter EC-120B Colibri nomor registrasi HL-1205 dari Skuadron Udara 7 disiagakan untuk mendukung latihan pengamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia dalam Operasi Alur Elang.

Helikopter latih lanjut itu berpangkalan di Pangkalan Udara TNI-AU Suryadarma, Subang, Jawa Barat. Untuk sementara dia digeser ke Terminal Selatan Pangkalan Udara Utama TNI-AU Halim Perdanakusuma dalam operasi itu.

“Sesungguhnya tugas yang kami emban sudah 22 Maret, dengan mendukung Latihan Kilat, Latihan Cakra, Latihan Tangkis Petir dan Kalibrasi Radar Cibalimbing, dan direncanakan akan berakhir sampai 29 akhir bulan ini”, kata Letnan Satu Penerbang Antonius. Dia adalah kapten pilot helikopter itu, di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (28/3).



Selain pengamanan ALKI, Colibri saat ini bertugas sebagai pesawat yang siap untuk operasi Search And Rescue (SAR). Disamping itu, bertugas dalam misi mendukung pengecekan kesiapan unsur demo udara ke Pangkalan TNI Suryadarma dengan rute Halim-Sasaran-Halim.

Colibri, menurut rencana, akan digelar di udara dalam satu formasi aerobatik helikopter, The Pegasus, pada hari puncak HUT ke-66 TNI-AU di Pangkalan Udara Utama TNI-AU Halim Perdanakusuma, 9 April nanti.

Demonstrasi udara mengambil nama kuda sembrani mithologi tunggangan Dewa Zeus itu diketengahkan dalam banyak manuver unik khas kemampuan manuver helikopter.


Pelepasan Prajurit Kostrad Untuk Tugas di Perbatasan RI-Malaysia

SEMARANG - Panglima Divisi 2 Kostrad Mayjen TNI Ridwan melakukan pemeriksaan pasukan, pada upacara pelepasan prajurit TNI dari Batalyon 413 Divisi 2 Kostrad yang akan bertugas di perbatasan RI-Malaysia di Kaltim, di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jateng, Rabu (28/3). Sebanyak 620 prajurit yang diberangkatkan dengan menumpang KRI Teluk Bone itu antara lain akan bertugas mencegah penyelundupan kayu dan menjaga patok batas negara RI-Malaysia agar tidak bergeser. FOTO ANTARA/R. Rekotomo/ed/ama/12.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar